- Pengertian Kurikulum
Kurikulum
merupakan gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa
latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi
kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya
gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang
terencana dari suatu institusi pendidikan.
Secara
tradisional, “kurikulum” biasa dimengerti sebagai serangkaian program yang
berisi rencana-rencana pelajaran yang telah disusun sedemikian rupa yang dapat
dipakai secara langsung oleh guru untuk mengajar..
Dalam
arti kontemporer “kurikulum” diartikan secara lebih luas, karena kurikulum
tidak lagi menekankan pada daftar isi materi rencana pelajaran yang memiliki
topik-topik yang telah disusun, tapi lebih menekankan kepada
pengalaman-pengalaman proses belajar mengajar yang dapat diberikan kepada para
murid dalam konteks dimana murid-murid berada.
Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Pasal 1 Butir 19 UU No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional)
- kedudukan dan peranan kurikulum dalam pendidikan dan pengajaran nasional
- kedudukan kurikulum
Tugas utama seorang guru adalah
membimbing, mengajar, serta melatih peserta didik secara professional sehingga
dapat mengantarkan peserta didiknya kepada pencapaian tujuan pendidikan.
Sehingga untuk melaksanakan tugas tersebut guru harus berpedoman pada suatu
alat yang disebut kurikulum.
kurikulum merupakan seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pengajaran, serta cara yang
digunakan dalam menyelenggarakan belajar mengajar (UU No. 2 Tahun 1989).
dan ini bertujuan sebagai arah,
pedoman, atau sebagai rambu-rambu dalam pelaksanaan proses pembelajaran
(belajar mengajar).
Kurikulum merupakan syarat mutlak bagi pendidikan di
sekolah, hal ini berarti bahwa kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari pendidikan atau pembelajaran.
Setiap praktik pendidikan diarahkan pada pencapaian
tujuan-tujuan tertentu, apakah berkenaan dengan penguasaan pengetahuan,
pengembangan pribadi, kemampuan sosial, ataupun kemampuan bekerja. Untuk
menyampaikan bahan pelajaran, ataupun mengembangkan kemampuan-kemampuan
tersebut diperlukan metode penyampaian serta alat-alat bantu tertentu. Untuk
menilai hasil dan proses pendidikan, juga diperlukan cara-cara dan alat-alat
penilaian tertentu pula. Keempat hal tersebut, yaitu tujuan, bahan ajar,
metode-alat, dan penilaian merupakan komponen-komponen utama kurikulum. Dengan
berpedoman pada kurikulum, interaksi pendidikan antara guru dan siswa
berlangsung. Interaksi ini tidak berlangsung dalam ruang hampa, tetapi selalu
terjadi dalam lingkungan tertentu, yang mencakup antara lain lingkungan fisik,
alam, sosial budaya, ekonomi, politik, dan religi.
Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh
proses pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan
demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan.
2. peranan kurikulum dalam pendidikan
Kurikulum
sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis, karena
seluruh kegiatan pendidikan bermuara kepada kurikulum. Begitu pentingnya
kurikulum sebagaimana sentra kegiatan pendidikan, maka didalam penyusunannya
memerlukan landasan atau fondasi yang kuat, melalui pemikiran dan penelitian
secara mendalam.
Dan pada
dasarnya kurikulum merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen.
Komponen-komponen kurikulum suatu lembaga pendidikan dapat diidentifikasi
dengan cara mengkaji buku kurikulum lembaga pendidikan itu. Dari buku kurikulum
tersebut kita dapat mengetahui fungsi suatu komponen kurikulum terhadap
komponen kurikulum yang lain.
Proses
pengembangan kurikulum memang merupakan sesuatu yang kompleks, karena tidak
hanya menuntut penguasaan kemampuan secara teknis penjgembangan berbagai
komponen kurikulum dari para pengembang kurikulum' akan tetapi lebih dari itu
para pengembang kurikulum harus mampu mengantisipasi berbgai factor yang
berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum baik yang bersifat internal maupun
eksternal.
Adpun
proses pengembangan kurikulum adalah kegiatan mengahasilkan kurikulum baru
melalui langkah-langkah penyusunan, pelaksanaan dan penyempurnaan kurikulum
atas dasar penilaian yang dilakukan selama kegiatan pelaksanaan kurikulum, dan
hal tersebut bisa dikatakan bahwa terjadinya perubahan-perubahan kurikulum
mempunyai tujuan untuk perbaikan.
Sehingga, keberhasilan kegiatan pengembangan kurikulum dalam proses pengajaran dan pendidikan, ada bebrapa hal yang perlu dipertimbangkan, antara lain, yaitu; falsafah hidup bangsa, kesesuaian kurikulum dengan peserta didik, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan harapan masyarakat.
Sehingga, keberhasilan kegiatan pengembangan kurikulum dalam proses pengajaran dan pendidikan, ada bebrapa hal yang perlu dipertimbangkan, antara lain, yaitu; falsafah hidup bangsa, kesesuaian kurikulum dengan peserta didik, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan harapan masyarakat.
PENGEMBANGAN
KURIKULUM
A.
Dasar Pengembangan Kurikulum
1.
Konsep Kurikulum
a.
pengertian
Dalam bahasa l;atin kurikulum berarti”lapangan pertandingan”(race
course)yaitu arena tempat peserta didik berlari untuk mencapai finish, Baru
pada tahun 1955istilah kurikulum dipakai dalam bidamg pendidkan. Bila
ditelusuri ternyata kurikulum mempunyia berbagai macam arti,yaitu:
1.
Kurikulum diartikan sebagai rencana pelajaran
2.
pengalaman belajaryang diperoleh murid dari sekolah
3.
rencana belajar muid
Menurut
UU No.2 tahun 1989 kurikulum yaitu seperangkat rencana dan peraturan, mengenai
isi dan bahan pelajaran, sertacara yang digunknnya dalam menyelenggarakan
kegiatn belajar mengajar. Bayak pendapat mengenai arti kurikulum, Namun inti
kurikulum sebenarny6a adalah pengalaman belajar yang banyak kaitannya dengan
melakukan brrbagai kegiatan, interaksi sosial, di lingkungan sekolah, proses
kerja sama dengan kelompok, bahkan interaksi denagn lingkungan fisik seperti
gedung sekolah dan ruang sekolah. Dengan demikian pengalaman itu bukan sekedar
mempelajari mata pelajaran,tetapi yang terpenting adalah pengalamankehidupan.
- Kurikulum dan Pengajaran
Pengertian
kurikulum yang sangat luas pada akhirnya dapat membingungkan para guru dalam
mengembangkan kurikulum sehingga akan menyulitkan dalam perencanaan
pengajarannya.
Menurut
Ralph.W.Tyler, ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dalam proses
pengembangan kurukulum dan pengajaran yaitu:
1.
Tujuan apa yang hendak di capai?
2.
pengalaman belajar apa yang perlu di siapkan untuk mencapai tujuan?
3.
bagaimana pengalaman belajar itu di organisasikan secara efektif?
4.
bagaimana menentukan keberhasilan pencapaian tujuan?
Jika
kita mengikuti pandangan Tyler,
maka pengajaran tidak terbatas hanya pada proses pengajaranterhadap satu bahan
tertentu saja, melainkan dapat pula diterapkan dalam pengajaran untuk satu
bidang studi / pengajaran di sekolah.
Demikian
pula kurikulum dapat dikembangkan untuk kurikulum suatu sekolah bidang studi
atupun kurikulum untuk suatu bahan pelajaran tertentu.
c. komponen-komponen kurikulum
1.
Tujuan, Yaitu arah/sasaran yang hendak dituju oleh proses penyelenggaran
pendidikan
2.
Isi Kurikulum, Yaitu pengalaman belajar yang di peroleh murid di
sekolah.pengalaman-pengalaman ini di rancang dan di organisasikan sedemikian
rupa sehingga apa yang diperoleh murid sesuai denagn tujuan
3.
metode proses belajar mengajar yaitu cara muri memperolehpengalaman
belajaruntuk mencapai tujuan
4.
Evaluasi yaitu cara untuk mengetahui apakah sasaran yang ingin di tuju dapat
tercapai atau tidak
2. Fungsi dan
Cara Mengembangkan Kurikulum
Fungsikurikulum
ialah sebagai pedoman bagi guru dalam nelaksanakan tugasnya. Selain itu
kurikulum berfungsi sebagai:
Ø Preventif yaitu agar guru terhindar dari
melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang ditetapkan kurikulum
Ø Korektif yaitu sebagai rambu-rambu yang
menjadi pedoman dalam membetulkan pelaksanaan pendidikan yang menyimpng dari
yang telah digariskan dalam kurikulum
Ø Konstruktif yaitu memberikan arah yang
benar bagi pelaksanaan dan mengembangkan pelaksanaannya asalkan arah
pngembangannya mengacu pada kurikulum yang berlaku
Setelah
itu kita perlu mengetahui langkah-langkah pengembangan kurikulum,yaitu sebagai
berikut:
1.
Menentukan tujuan, Rumusan tujuan di buat berdasarkan analisis terhadap
berbagai tuntutan kebutuhan dan harapan
2.
Menentukan isi, merupakan materi yang akan di berikn kepada murid selama
mengikuti proses pendidikan belajar mengajar
3.
Merumuskan kegiatan belajar mengajar, Hal ini mencakuppenentuan metode dan
keseluruhan proses belajar mengajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan
4.
Mengadaka evaluasi
B.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pegembangan Kurikulum
Dalam Sukmadinata (2006 : 158), ada tiga faktor yang mempengaruhi
pengembangan kurikulum, yaitu :
·
Perguruan Tinggi
·
Masyarakat
·
Sistem nilai
1.
Pergururan Tinggi
Perguruan tinggi setidaknya memberikan dua pengaruh terhadap kurikulum
sekolah.
Pertama, dari segi pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan diperguruan tinggi umum.
Pengetahuan dan teknologi banyak memberikan sumbangan bagi isi kurikulum serta
proses pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dikembangkan di perguruan tinggi
akan mempengaruhi isi pelajaran yang akan dikembangkan dalam kurikulum.
Perkembangan teknologi selain menjadi isi kurikulum juga mendukung pengembangan
alat bantu dan media pendidikan.
Kedua, dari segi pengembangan ilmu pendidikan dan
keguruan serta penyiapan guru-guru Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
(LPTK, seperti IKIP, FKIP, STKIP). Kurikulum Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan juga mempengaruhi pengembangan kurikulum, terutama melalui
penguasaan ilmu dan kemampuan keguruan dari guru-guru yang dihasilkannya.
Pengusaan keilmuan, baik ilmu pendidikan maupun ilmu bidang studi serta
kemampuan mengajar dari guru-guru akan sangat mempengaruhi pengembangan dan
implementasi kurikulum di sekolah. Guru-guru yang mengajar pada berbagai
jenjang dan jenis sekolah yang ada dewasa ni, umumnya disiapkan oleh LPTK
melalui berbagai program, yaitu program diploma dan sarjana. Pada Sekolah Dasar
masih banyak guru berlatar belakang pendidikan SPG dan SGO, tetapi secara
berangsur-angsur mereka mengikuti peningkatan kompetensi dan kualifikasi
pendidikan guru melalui program diploma dan sarjana.
2.
Masyarakat
Sekolah merupakan bagian dari masyarakat, yang diantaranya bertugas
mempersiapkan anak didik untuk dapat hidup secara bermatabat di masyarakat.
Sebagai bagian dan agen masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan
masyarakat di tempat sekolah tersebut berada. Isi kurikulum hendaknya
mencerminkan kondisi masyarakat penggunanya serta upaya memenuhi kebutuhan dan
tuntutan mereka.
Masyarakat yang ada di sekitar sekolah mungkin merupakan masyarakat yang
homogen atau heterogen. Sekolah berkewajiban menyerap dan melayani
aspirasi-aspirasi yang ada di masyarakat. Salah satu kekuatan yang ada dalam
masyarakat adalah dunia usaha. Perkembangan dunia usaha yang ada di masyarkat
akan mempengaruhi pengembangan kurikulum. Hal ini karena sekolah tidak hanya
sekedar mempersiapkan anak untuk selesai sekolah, tetapi juga untuk dapat
hidup, bekerja, dan berusaha. Jenis pekerjaan yang ada di masyarakat
berimplikasi pada kurikulum yang dikembangkan dan digunakan sekolah.
3.
Sistem Nilai
Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat sistem nilai, baik nilai moral,
keagamaan, sosial, budaya maupun nilai politis. Sekolah sebagai lembaga
masyarakat juga bertangung jawab dalam pemeliharaan dan pewarisan nilai-nilai
positif yang tumbuh di masyarakat.
Sistem nilai yang akan dipelihara dan diteruskan tersebut harus
terintegrasikan dalam kurikulum. Persoalannya bagi pengembang kurikulum ialah
nilai yang ada di masyarakat itu tidak hanya satu. Masyarakat umumnya
heterogen, terdiri dari berbagai kelompok etnis, kelompok vokasional, kelompok
intelek, kelompok sosial, dan kelompok spritual keagamaan, yang masing-masing
kelompok itu memiliki nilai khas dan tidak sama. Dalam masyarakat juga terdapat
aspek-aspek sosial, ekonomi, politk, fisik, estetika, etika, religius, dan
sebagainya. Aspek-aspek tersebut sering juga mengandung nilai-nilai yang
berbeda.
Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengakomodasi pebagai nilai yang
tumbuh di masyarakat dalam kurikulum sekolah, diantaranya :
·
Mengetahui dan memperhatikan semua nilai yang
ada dalam masyarakat
·
Berpegang pada prinsip demokratis, etis, dan
moral
·
Berusaha menjadikan dirinya sebagai teladan yang
patut ditiru
·
Menghargai nlai-nilai kelompok lain
·
Memahami dan menerima keragaman budaya yang ada
Berdasarkan analisis kami, bukan
hanya 3 (tiga) faktor yang dikemukan oleh Sukmadinata (2006) saja, yang
merupakan faktor-faktoe yang mempengaruhi pengembangan kurikulum, tetapi masih
ada faktor lain yang dapat mempengaruhi pengembangan kurikulum. Salah satunya
landasan pengembangan kurikulum itu sendiri. Landasan pengembangan kurikulum
sangat mempengaruhi pengembangan kurikulum karena bila landasannya berupa maka
akan mempengaruhi pengembangan kurikulum.
Berdasarkan analisis kami, maka
faktor-faktor lain yang mempengaruhi pengembangan kurikulum, diantaranya :
·
·
Filosofis
·
·
Psikologis
·
·
Sosial budaya
·
·
Politik
·
·
Pembangunan negara dan perkembangan dunia
·
· Ilmu
dan teknologi (IPTEK)
1.
Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama
halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran
filsafat, seperti: perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme,
dan rekonstruktivisme. Dalam
pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat
tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum
yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (dalam
Sudrajat, 2008), di bawah ini diuraikan tentang isi dari masing-masing aliran
filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
1.
Perenialisme lebih menekankan pada
keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya
dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang
memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini
menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada
tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
2.
Essensialisme menekankan pentingnya
pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik
agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata
pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang
berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme,
essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
3.
Eksistensialisme menekankan pada
individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami
kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri.
4.
Progresivisme menekankan pada pentingnya
melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman
belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar
peserta didik aktif.
5.
Rekonstruktivisme merupakan elaborasi
lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia
masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan
individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan
tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya.
Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan
aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum
Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi
pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat
rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum
Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan
tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran
filsafat cenderung dilakukan secara selektif untuk lebih mengkompromikan dan
mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun
demikian saat ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi
pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih
menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme. Ini merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan kurikulum (dari teacher center menjadi
student center).
2.
Psikologis
Sukmadinata (2006: 46) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang
psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi
perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu
yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya.
Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan
perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu,
serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan
kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku
individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat
belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya
dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan.
Selanjutnya,
dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu :
1.
Motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir
secara konsisten atau keinginan untuk melakukan suatu aksi.
2.
Bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara
konsisten berbagai situasi atau informasi.
3.
Konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image
seseorang.
4.
Pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang.
5.
Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara
fisik maupun mental.
Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap
perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan
cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep
diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan
pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan
keterampilan) lebih mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat untuk
menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih
sulit untuk dikenali dan dikembangkan.
Dalam konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (dalam Sudrajat:
2008) menyoroti tentang aspek perbedaan dan karakteristik
peserta didik, Dikemukakannya, bahwa sedikitnya terdapat lima perbedaan dan
karakteristik peserta didik yang perlu diperhatikan dalam Kurikulum Berbasis
Kompetensi, yaitu : (1) perbedaan tingkat kecerdasan; (2) perbedaan
kreativitas; (3) perbedaan cacat fisik; (4) kebutuhan peserta didik; dan (5)
pertumbuhan dan perkembangan kognitif.
3.
Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai
suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita
maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk
terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan
semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai
untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal
maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan
masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan
budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang
menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui
pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan
masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan
yang ada di masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya
tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota
masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan
nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga
masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik
atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat
untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang
terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (dalam Sukmadinata, 2006: 60) mengemukakan bahwa melalui
pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban
sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang. Dengan demikian,
kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan
berlandaskan pada perkembangan sosial – budaya dalam suatu masyarakat, baik
dalam konteks lokal, nasional maupun global.
4.
Politik
Wiles Bondi (dalam Sudrajat, 2008) dalam bukunya `Curriculum
Development: A Guide to Practice’ turut menjelaskan pengaruh politik dalam
pembentukan dan pengembangan kurikulum.
Hal ini jelas menunjukkkan bahwa pengembangan kurikulum dipengaruhi oleh
proses politik, kerana setiap kali tampuk pimpinan sesebuah negara itu
bertukar, maka setiap kali itulah kurikulum pendidikan berubah.
5.
Pembangunan Negara dan Perkembangan Dunia
Pengembangan kurikulum juga dipengaruhi oleh faktor pembangunan negara
dan perkembangan dunia. Negara yang ingin maju dan membangun tidak seharusnya
mempunyai kurikulum yang statis. Oleh karena itu kurikulum harus diubah sesuai
dengan perkembangan zaman dan kemajuan sains dan teknologi.
Kenyataan tersebut jelas menunjukkan bahwa perkembangan teknologi telah
membawa perubahan yang pesat pada kehidupan manusia di muka bumi ini. Oleh
karena itu pengembangan kurikulum haruslah sejajar dengan pembangunan negara
dan dunia. Kandungan kurikulum pendidikan perlu menitikberatkan pada mata
pelajaran sains dan kemahiran teknik atau vokasional kerana tenaga kerja yang
mahir diperlukan dalam zaman yang berteknologi dan canggih ini.
6. Ilmu
dan Teknologi (IPTEK)
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih
relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang
pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan
dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan
sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan
menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di bulan, tetapi
berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan
abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong
merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa
warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan
pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan
sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara
nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global
dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat
yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang
tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat
sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan
kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana
belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai
pengetahuan, serta mengatasi situasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam
bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan
manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan
mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga
peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
C. tujuan
Tujuan kurikulum biasanya
terbagi atas tiga level atau tingkatan, yaitu;
a.Tujuan Jangka Panjang (aims)
a.Tujuan Jangka Panjang (aims)
Tujuan
ini, menggambarkan tujuan hidup yang diharapkan serta didasarkan pada nilai
yang diambil dari filsafat. Tujuan ini tidak berhubungan langsung dengan tujuan
sekolah, melainkan sebagai target setelah anak didik menyelesaikan sekolah,
seperti; self realization, ethical character, civic responsibility.
b.Tujuan Jangka Menengah
(goals)\
ujuan
ini merujuk pada tujuan sekolah yang berdasarkan pada jenjangnya, misalnya;
sekolah SD, SMJP, SMA dan lain-lainnya.
c.Tujuan Jangka Dekat
(objective)
Tujuan
yang dikhususkan pada pembelajaran dikelas, misalnya; siswa dapat mengerjakan
perkalian dengan betul, siswa dapat mempraktekkan sholat, dan sebagainya.
Dalam
sebuah kurikulum lembaga pendidikan terdapat dua(2) tujuan, yaitu;
a.Tujuan yang dicapai secara keseluruhan
a.Tujuan yang dicapai secara keseluruhan
Tujuan
ini biasanya meliputi aspek-aspek pengetahuan (pengetahuan), ketrampilan
(psikomotor), sikap (afektif) dan nilai-nilai yang diharapkan dapat dimiliki
oleh para lulusan lembaga pendidikan yang bersangkutan. Hal tersebut juga
disebut tujuan lembaga (institusional).
b.Tujuan yang ingin
dicapai oleh setiap bidang studi.
Tujuan
ini biasanya disebut dengan tujuan kulikuler. Tujuan ini adalah penjabaran
tujuan institusional yang meliputi tujuan kurikulum dan instruksional yang
terdapat dalam GBPP (Garis_garis Besar Program Pengajaran) tiap bidang studi.
Komponen-Komponen Kurikulum
A. Tujuan
Mengingat pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir di setiap negara
telah mewajibkan para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan, melalui
berbagai ragam teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah
negara, keadaan sosial-politik kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungannya
masing-masing. Kendati demikian, dalam hal menentukan tujuan pendidikan pada
dasarnya memiliki esensi yang sama. Seperti yang disampaikan oleh Hummel (Uyoh
Sadulloh, 1994) bahwa tujuan pendidikan secara universal akan menjangkau tiga
jenis nilai utama yaitu:
Autonomy; gives individuals and groups the maximum awarenes, knowledge,
and ability so that they can manage their personal and collective life to the
greatest possible extent.
Equity; enable all citizens to participate in cultural and economic life
by coverring them an equal basic education. Survival ; permit every nation to
transmit and enrich its cultural heritage over the generation but also guide
education towards mutual understanding and towards what has become a worldwide
realization of common destiny. Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan
pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistrm Pendidikan Nasional, bahwa : ” Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”..
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran
makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan
pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau
satuan pendidikan tertentu.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa
tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan
mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
B. Organisasi Kurikulum
Beragamnya pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum memunculkan
terjadinya keragaman dalam mengorgansiasikan kurikulum. Setidaknya terdapat
enam ragam pengorganisasian kurikulum, yaitu:
1.
Mata pelajaran terpisah (isolated subject);
kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang
diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata pelajaran lainnya.
Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan minat,
kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua materi diberikan sama
2.
Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan
sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan
mata pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang
saling berkorelasi guna memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
3.
Bidang studi (broad field); yaitu organisasi
kurikulum yang berupa pengumpulan beberapa mata pelajaran yang sejenis serta
memiliki ciri-ciri yang sama dan dikorelasikan (difungsikan) dalam satu bidang
pengajaran. Salah satu mata pelajaran dapat dijadikan “core subject”, dan mata
pelajaran lainnya dikorelasikan dengan core tersebut.
4.
Program yang berpusat pada anak (child centered),
yaitu program kurikulum yang menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan peserta
didik, bukan pada mata pelajaran.
5.
Inti Masalah (core program), yaitu suatu
program yang berupa unit-unit masalah, dimana masalah-masalah diambil dari
suatu mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan melalui
kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya. Mata
pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara
terintegrasi.
6.
Ecletic Program, yaitu suatu program yang
mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat pada mata
pelajaran dan peserta didik.
Berkenaan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tampaknya lebih
cenderung menggunakan pengorganisasian yang bersifat eklektik, yang terbagi ke
dalam lima kelompok mata pelajaran, yaitu : (1) kelompok mata pelajaran agama
dan akhlak mulia; (2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
(3) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; (4) kelompok mata
pelajaran estetika; dan (5) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan
kesehatan
Kelompok-kelompok mata pelajaran tersebut selanjutnya dijabarkan lagi ke
dalam sejumlah mata pelajaran tertentu, yang disesuaikan dengan jenjang dan
jenis sekolah. Di samping itu, untuk memenuhi kebutuhan lokal disediakan mata
pelajaran muatan lokal serta untuk kepentingan penyaluran bakat dan minat
peserta didik disediakan kegiatan pengembangan diri.
C. Materi Pembelajaran
Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari
filsafat dan teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas
bahwa pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme,
essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal
yang utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan
sistematis, dalam bentuk :
1.
Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi
atau preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik
tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara
variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
2.
Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh
organisasi dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari
sekelompok fakta atau gejala.
3.
Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan
hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam
penelitian.
4.
Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada
dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
5.
Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang
berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
6.
Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi
yang dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta
kejadian.
7.
Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru
dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
8.
Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau
proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
9.
Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau
pengertian tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
10. Preposisi,
yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya
mencapai tujuan kurikulum.
Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih
memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh
karena itu, materi pembelajaran harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh
peserta didik itu sendiri. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat
konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk
tema-tema dan topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang
krusial, misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran
yang berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu,
tetapi telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja
untuk mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau
kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau sub-sub
kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.
Dengan melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari filsafat yang
melandasi pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan materi
pembelajaran,. Namun dalam implementasinya sangat sulit untuk menentukan materi
pembelajaran yang beranjak hanya dari satu filsafat tertentu., maka dalam
prakteknya cenderung digunakan secara eklektik dan fleksibel..
Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan, pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi
pembelajaran, sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak
dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Dalam prakteknya untuk menentukan
materi pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal berikut :.
1.
Sahih (valid); dalam arti materi yang
dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan
kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang diberikan merupakan materi yang
aktual, tidak ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke
depan.
2.
Tingkat kepentingan; materi yang dipilih
benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut
penting untuk dipelajari.
3.
Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat
memberikan manfaat akademis maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu
memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan
lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non
akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam
kehidupan sehari-hari.
4.
Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk
dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak
terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi
setempat.
5.
Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya
menarik minat dan dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih
lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk
mengembangkan sendiri kemampuan mereka.
Terlepas dari filsafat yang mendasari pengembangan materi, Nana Syaodih
Sukamadinata (1997) mengetengahkan tentang sekuens susunan materi pembelajaran,
yaitu :
1.
Sekuens kronologis; susunan materi
pembelajaran yang mengandung urutan waktu.
2.
Sekuens kausal; susunan materi pembelajaran
yang mengandung hubungan sebab-akibat.
3.
Sekuens struktural; susunan materi
pembelajaran yang mengandung struktur materi.
4.
Sekuens logis dan psikologis; sekuensi logis
merupakan susunan materi pembelajaran dimulai dari bagian menuju pada keseluruhan,
dari yang sederhana menuju kepada yang kompleks. Sedangkan sekuens psikologis
sebaliknya dari keseluruhan menuju bagian-bagian, dan dari yang kompleks menuju
yang sederhana. Menurut sekuens logis materi pembelajaran disusun dari nyata ke
abstrak, dari benda ke teori, dari fungsi ke struktur, dari masalah bagaimana
ke masalah mengapa.
5.
Sekuens spiral ; susunan materi pembelajaran
yang dipusatkan pada topik atau bahan tertentu yang populer dan sederhana,
kemudian dikembangkan, diperdalam dan diperluas dengan bahan yang lebih
kompleks.
6.
Sekuens rangkaian ke belakang; dalam sekuens
ini mengajar dimulai dengan langkah akhir dan mundur kebelakang. Contoh
pemecahan masalah yang bersifat ilmiah, meliputi 5 langkah sebagai berikut :
(a) pembatasan masalah; (b) penyusunan hipotesis; (c) pengumpulan data; (d)
pengujian hipotesis; dan (e) interpretasi hasil tes.
7.
Dalam mengajarnya, guru memulai dengan langkah (a)
sampai (d), dan peserta didik diminta untuk membuat interprestasi hasilnya (e).
Pada kasempatan lain guru menyajikan data tentang masalah lain dari langkah (a)
sampai (c) dan peserta didik diminta untuk mengadakan pengetesan hipotesis (d)
dan seterusnya.
8.
Sekuens berdasarkan hierarki belajar; prosedur
pembelajaran dimulai menganalisis tujuan-tujuan yang ingin dicapai, kemudian
dicari suatu hierarki urutan materi pembelajaran untuk mencapai tujuan atau
kompetensi tersebut. Hierarki tersebut menggambarkan urutan perilaku apa yang
mula-mula harus dikuasai peserta didik, berturut-berturut sampai dengan
perilaku terakhir.
D .Strategi pembelajaran
Telah disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat dan teori
pendidikan yang melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam
menentukan tujuan dan materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi
pula terhadap penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila
yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan
informasi-intelektual,–sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh kalangan
pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya ataupun keabadian, maka
strategi pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru
merupakan tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai
pusat informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai
obyek yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan
teknik pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian
(ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau seminar. Selain itu,
pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual.
Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru
tersebut mendapat reaksi dari kalangan progresivisme. Menurut kalangan
progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah
peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan materi dan
tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan
bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai
tujuan belajarnya. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat
dukungan dari kalangan rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses
pembelajaran melalui dinamika kelompok.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik
pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru tetapi
lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses dinamika kelompok
(kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau role
playing, diskusi, dan sejenisnya.
Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru hanya
sebagai fasilitator, motivator dan guider. Sebagai fasilitator, guru berusaha
menciptakan dan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta
didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi
peserta didiknya agar dapat melakukan perbuatan belajar. Sedangkan sebagai
guider, guru melakukan pembimbingan dengan berusaha mengenal para peserta
didiknya secara personal.
Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis teknologi yang
menekankan pentingnya penguasaan kompetensi membawa implikasi tersendiri dalam
penentuan strategi pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi atau
kompetensi seperti dalam pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran
teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara
individual. Dalam pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk
belajar tanpa tatap muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau
media elektronik lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih
cenderung sebagai director of learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur
peserta didik untuk melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa
yang telah didesain sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata banyak kemungkinan untuk menentukan
strategi pembelajaran dan setiap strategi pembelajaran memiliki kelemahan dan
keunggulannya tersendiri.
Terkait dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, belakangan ini mulai
muncul konsep pembelajaran dengan isitilah PAKEM, yang merupakan akronim dari
Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Oleh karena itu, dalam
prakteknya seorang guru seyogyanya dapat mengembangkan strategi pembelajaran
secara variatif, menggunakan berbagai strategi yang memungkinkan siswa untuk
dapat melaksanakan proses belajarnya secara aktif, kreatif dan menyenangkan,
dengan efektivitas yang tinggi
E. Evaluasi Kurikulum
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian
terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian
tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang
bersangkutan. Sebagaimana dikemukakan oleh Wright bahwa : “curriculum
evaluation may be defined as the estimation of growth and progress of students
toward objectives or values of the curriculum”
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum
dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari
berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada
efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility)
program. Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan hal-hal yang dievaluasi dalam
kurikulum, yaitu meliputi ; “ objective, it’s scope, the quality of
personnel in charger of it, the capacity of students, the relative importance
of various subject, the degree to which objectives are implemented, the
equipment and materials and so on.”
Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program
evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum.
Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem
kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut.
Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan
dengan proses dan hasil belajar siswa.
Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan
persyaratan-persyaratan tertentu. Dengan mengutip pemikian Doll, dikemukakan
syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge presence of value and
valuing, orientation to goals, comprehensiveness, continuity, diagnostics worth
and validity and integration.”
Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang
menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah
dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi
diemensi kuantitaif berbeda dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan
untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi
belajar, tes diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi
dimensi kualitatif dapat digunakan, questionnare, inventori, interview, catatan
anekdot dan sebagainya
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan
kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam
kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para
pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan
menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum
yang digunakan.
Hasil – hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru,
kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan
membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode
dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan
lainnya. (disarikan dari Nana Syaodih Sukmadinata, 1997)
Selanjutnya, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan tiga pendekatan
dalam evaluasi kurikulum, yaitu : (1) pendekatan penelitian (analisis
komparatif); (2) pendekatan obyektif; dan (3) pendekatan campuran multivariasi.
Di samping itu, terdapat beberapa model evaluasi kurikulum, diantaranya
adalah Model CIPP (Context, Input, Process dan Product) yang bertitik tolak
pada pandangan bahwa keberhasilan progran pendidikan dipengaruhi oleh berbagai
faktor, seperti : karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program
dan peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu
sendiri. Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja (performance) dari
berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya
sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang
dievaluasi. Model ini kembangkan oleh Stufflebeam (1972) menggolongkan program
pendidikan atas empat dimensi, yaitu : Context, Input, Process dan Product.
Menurut model ini keempat dimensi program tersebut perlu dievaluasi sebelum,
selama dan sesudah program pendidikan dikembangkan. Penjelasan singkat dari
keempat dimensi tersebut adalah, sebagai berikut :
- Context; yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang bersangkutan, seperti : kebijakan departemen atau unit kerja yang bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja dalam kurun waktu tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja yang bersangkutan, dan sebagainya.
- Input; bahan, peralatan, fasilitas yang disiapkan untuk keperluan pendidikan, seperti : dokumen kurikulum, dan materi pembelajaran yang dikembangkan, staf pengajar, sarana dan pra sarana, media pendidikan yang digunakan dan sebagainya.
- Process; pelaksanaan nyata dari program pendidikan tersebut, meliputi : pelaksanaan proses belajar mengajar, pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh para pengajar, penglolaan program, dan lain-lain.
- Product; keseluruhan hasil yang dicapai oleh program pendidikan, mencakup : jangka pendek dan jangka lebih panjang.
No comments:
Post a Comment